Citeureup – Meski Pasar Citeureup telah mengalami penataan oleh pemerintah bersama tokoh-tokoh masyarakat setempat, praktik pungutan liar (pungli) diduga masih marak terjadi. Sejumlah pedagang mengaku terbebani oleh pungutan tidak resmi yang dikenakan atas berbagai fasilitas dasar, seperti listrik, sewa meja, hingga biaya kebersihan harian.
Salah satu pelaku usaha di Pasar Citeureup yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pungutan tersebut seolah menjadi kewajiban tak tertulis bagi pedagang. Padahal, fasilitas tersebut seharusnya sudah menjadi bagian dari layanan yang difasilitasi oleh pengelola pasar.
“Kami dimintai biaya listrik dan sewa meja yang besarannya tidak jelas dan tidak ada kuitansi resminya pdahal pasar ini ranahnya Tohaga,” ujarnya.
Menurutnya, oknum-oknum yang melakukan praktik ini telah lama beroperasi dan diduga kuat telah diketahui oleh pihak Polsek Citeureup. Namun, hingga saat ini belum ada tindakan hukum yang dilakukan.
“Banyak yang tahu siapa orangnya, termasuk aparat, tapi sepertinya dibiarkan saja. Kami sebagai pedagang bingung harus lapor ke siapa lagi,” tambahnya dengan nada kecewa.
Para pedagang berharap agar pihak kepolisian dan pemerintah daerah tidak tutup mata terhadap dugaan pungli ini. Mereka meminta adanya tindakan tegas demi menciptakan iklim usaha yang adil dan bersih di lingkungan pasar tradisional.
“Pasar ini sudah ditata bagus, tapi kalau pungli masih ada, percuma saja. Kami ingin dagang tenang tanpa tekanan biaya-biaya yang tidak resmi,” pungkasnya. (Red)