BOGOR – Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Jawa Barat, ditemukan ketidaksesuaian penggunaan anggaran di Kabupaten Bogor.
Penanggung Jawab Pemeriksaan Auditoriat Utama Keuangan Negara V BPK Jawa Barat, Sudarminto Eko Putra, mengungkapkan hal ini dalam Resume LHP Nomor 40B/LHP/XVII.BDG/05/2024, tertanggal 21 Mei 2024.
“Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor TA 2023, BPK menguji efektivitas pengendalian intern serta kepatuhan terhadap peraturan,” katanya.
“BPK menemukan bahwa belanja barang dan jasa senilai Rp500 miliar belum sepenuhnya mencerminkan transaksi nyata,” lanjutnya dalam LHP BPK tersebut.
Temuan BPK ini berlandaskan UU Nomor 15 Tahun 2004 dan UU Nomor 15 Tahun 2006 terkait pengelolaan keuangan negara dan peran BPK.
“Laporan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor TA 2023 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” jelas Sudarminto.
Menurut Riswan Riswanto, realisasi belanja tahun 2023 mencakup belanja dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD dan SMP.
Secara rinci, belanja barang dan jasa dianggarkan Rp515 miliar, dengan realisasi Rp514 miliar, sedangkan belanja modal mencapai Rp610 miliar.
Realisasi belanja dana BOS untuk SD mencapai Rp415 miliar dan Rp99 miliar untuk SMP, sesuai pencatatan dalam Buku Kas Umum.
“Sebagian besar realisasi BOS dilakukan melalui Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah),” ujar Sudarminto.
Selain melalui SIPLah, pengadaan BOS juga dilakukan langsung ke penyedia atau penerima honor kegiatan.
Namun, Sudarminto mencatat bahwa rincian dana BOS dalam Buku Kas Umum tidak memadai sebagai dasar klasifikasi beban jasa.
“Hal ini karena lemahnya pengendalian pengelolaan serta pertanggungjawaban dana BOS,” tambahnya.
Diduga kuat, sebagian realisasi pengadaan dana BOS senilai Rp514 miliar tidak sesuai kenyataan dan berpotensi fiktif.
Ketika dikonfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp, Kepala Dinas Pendidikan Bogor Bambang Widodo dan Sekretaris Nina Nurmasari tidak merespons. (Yd)